Kamis, 03 November 2016

JIWA SEBAGAI PRINSIP BAGI TUBUH

PENDAHULUAN

Pemikiran filosofis tentang jiwa sebagai prinsip badan merupakan salah satu tema sentral yang dilahirkan oleh Aristoteles dalam kaitannya dengan manusia dan eksistensinya. Menurut Aristoteles jiwa sebagai prinsip badan merupakan sumber gerak yang menjadi tujuan tertentu dan sebagai tujuan substansi yang berjiwa. Perspektif Aristoteteles mengenai jiwa sebagai prinsip badan di uraikan panjang lebar dalam bukunya yang berjudul de anima (on the soul). Pemikirannya ini akhirnya menjadi tema sentral perdebatan para filsuf sepanjang masa.

Bagi Aristoteles jiwa mempunyai arti yang lebih luas. Ia menganggap jiwa sebagai prinsip badan. Dengan demikian hal ini mengandaikan bahwa segala sesuatu yang hidup mempunyai jiwa, baik tumbuh-tumbuhan, maupun binatang-binatang dan manusia . Pemikirannya ini tidak berbeda jauh dengan teori dualisme Plato. Akan tetapi dalam de anima, ia mengemukakan pandangan yang sangat berbeda. Jiwa dan badan di anggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu substansi saja. Dua aspek ini mempunyai hubungan satu sama lain sebagai materi dan bentuk.

Riwayat Hidup Dan Perkembangan Pemikirannya.

Aristoteles lahir di Statgira pada tahun 384 Sm, di semenanjung Trakia, Yunani utara. Ayahnya bernama Nikhomakhos yang adalah seorang dokter pribadi raja Amythas II Raja Makedonia. Mungkin sekali salam masa mudanya ia hidup di istana raja Makedonia di kota Pella dan dapat di andaikan pula bahwa ia mewarisi minatnya yang khusus dalam ilmu pengetahuan empiris dari bapaknya. Ketika berumur 18 tahun Aristoteles masuk Akademi Plato selama 20 tahun sampai gurunya Plato meninggal. Ketika Plato meninggal dunia Spiosipus mengambil alih dan mengurus akademi tersebut dan pada saat itu Aristoteteles meniggalkan akademi dan Athena. Aristoteles pergi ke Missia dan mulai mengajar di sekolah Asos. Di sini Ia menikah dengan Phytias kemenakan dan anak angkat Hermeyas. Setelah beberapa tahun tiggal di pulau Iona , pada tahun 335 SM, ia kembali ke Athena dan mendirikan sekolah yang kemudian di berinama Lykaion, yang kadang di sebut juga sekolah Paripatik, karena metode yang di gunakan dalam pengajaran yakni saling bertukar pikiran.

Istrinya Phitias meninggal di Athena pada tahun yang di ketahui . Perkawinan pertama di karunia anak perempuan. Lalu kemudian Aristoteles menikah lagi dengan Herphylis yang pada akhirnya juga melahirkan seorang anak yang di beri nama nikomakhos. Suatu kejadian yang sangat menggelisahkan bagi lykeon adalah dengan kematian Alexander Agung tahun 323. hal ini mengakibatkan adanya gerakan anti Makedonia dengan maksud melepaskan Athena dari Makedonia. Aristoteles di tuduh karena kedurhakaan . Akhirnya ia meletakan pimpinananya kepada muridnya Theoprasytus dan melarikan diri ke Khalkhis tempat asal ibunya. Akhirnya pada tahun 322 sm ia meninggal dunia.

Waener Jaeger (1988-1961) , adalah sarjana yang pertama kali memusatkan perhatiannya pada perkembangan dan karya-karya Aristoteles. Ia membagi perkembangan pemikiran Aristoteles dalam tiga periode. Periode pertama yaitu periode sejak Aristoteteles masuk Akademi Plato sampai tahun 347 SM. Pada periode ini pikiran-pikiran Aristoteles sangat dipengaruhi oleh filsafat Plato. Karya Plato berjudul Phaedo dan Republik sangat mempengaruhi pandangan Aristoteles tentang teori “wujud”.

Periode yang kedua yaitu 347-345 SM yaitu ketika Aristoteles tinggal di Assos. Ia berbalik mengeritik teori wujud Plato. Menurut Plato wujud atau forma harus menjadi perhatian utama pengetahuan karena bersifat universal tetap dalam dirinya sendiri. Sedangkan menurut Aristoteles wujud itu tidak eksis, terpisah dengan dunia objek fisik, tetapi eksis dalam objek-objek fisik. Wujud merupakan prinsip imanensi dalam “ yang ada yang teramati”. Selanjutnya Ia menekankan bahwa karena wujud dan materi menjadi substansi realitas maka seluruh objek harus dianalisis dalam dua konsep ini. Wujud harus selalu dipahami bersama materi.

Karya-Karya Aristoteles
  • LogikaCategoriae, De interpretatione, Analitica Priopan, Analitica Posteriori, Topica, De sophistiscis elencis
  • Filsafat Alam: Phisica: 8 buku, De caelo: 4 buku, De generatione et coruptione
  • Psikologi: De anima: 3 buku, Naturalia: 8 karangan kecil, De memoria et reminiscentia, De somo, De insominiis, De divuriatione per sumnum, De logitudune et brevitate vitae, De vita et morte, De respiratione.
  • Biologi: De partibus animalium, De moto animalium, De incesso animalium, De generatione animalium.
  • Etika: Ethicha Nicomace, Magna Moralia, Ethicha Eudemia.
  • Politik dan Ekonomi:, Politica: 8 buku, Economica: 3 buku.
  • Retorika dan Poetik: Retorica: 3 buku
JIWA SEBAGAI PRISIP BADAN
  1. Teori Hilemorfisme.
Agar lebih memahami peran jiwa atas tubuh atau relasi antara jiwa dan tubuh maka hal pertama yang harus di lakukan adalah perlu adanya pemahaman teori Hilemorfisme yang di bangun oleh Plato.

Kata Hilemorfisme sendiri berasal dari kata Yunani Hyle yang berarti materi dan Morphe yang berarti bentuk. Aristoteles melihat materi dan forma sebagai satu kesatuan yag tak dapat di pisahkan satu sama lain. Namun di lain pihak dapat di bedakan . Keduanya senantiasa melekat erat pada setiap barang karena itu menjadi unsur substansial realitas . keduanya merupakan prinsip metafisik. Jadi keberadan mereka tidak dapat di tunjuk dengan jari, tetapi harus di andaikan begitu saja supaya kita dapat mengerti adanya benda –benda jasmani.

Konsep Tentang Wujud.

Morphe adalah sesuatu yang bersifat jasmaniah. Ia sangat konkret dan dekat dengan objek. Morphe pada dasarnya adalah prinsip yang membuat suatu barang dapat di kenal sebagai ada, yang mana prinisp itu bersifat imanen. Demikianlah Aristoteles menguraikan bahwa forma atau wujud suatu benda bersifat tetap, permanen dan di kenal. oleh karena adanya barang barang bersifat tetap , maka ia membuka peluang untuk di kenal dan di indrai. Dalam Metafisika Aristoteles forma di kenal sebagai aktus yang mengaktualkan materi sebagai potensi. Apa yang adalah mungkin adalah materi di wujudnyatakan atau di sempurnakan dalam actus (forma).

Konsep Tentang Materi.

Ghyle atau materi merupakan unsur untuk menerima forma dan kemampuan untuk di bentuk, yang di bedakan atas hyle prote atau materi kedua. Materi kedua adalah badan yang kelihatan . misalnya batu, kayu, dan lain sebagainya. Materi tersebut dapat di indrai atau di jangkau melalui observasi langsung. Sedangkan materi pertama adalah sesuatu yang bukan bahan yang kelihatan , tetapi suatu prinsip dari bahan,tidak dapat di lihat, tidak berkualitas dan berkuantitas dan tidak dapat di masukan dalam kategori apapun. Materi pertama bukan ada sebagai benda tetapi hanya dapat di temukan lewat pikiran. ia sendiri mempunyai bentuk sehingga menjadi prinsip bagi segala barang. Tetapi bahwa materi pertama itu sama sekali tidak di tentukan oleh dirinya sendiri, sebab ia mempunyai kesanggupan untuk menerima forma substansial.

  1. Hubungan Antara Jiwa Dan Badan
Aristoteles memandang tubuh dan jiwa dalam satu kesatuan. Jiwa tidak mungkin terlepas dari badan atau tubuh, karena jiwa dan tubuh adalah satu seperti sepotong lilin dan bentuk yang di terima lilin itu dari materi. Di sini Aristoteles mempersamakan jiwa dan forma serta tubuh dengan materi yang tak dapat di pahami secara terpisah. Dalam uraian-uraian Aristoteles selalu di garisbawahi bahwa jiwa dan tubuh tak dapat dimengerti lepas satu sama lain, sehingga karena manusia tidak boleh di anggap sebagai penggabungan dua substansi yang dapat di pikirkan secara terpisah.

Benar bahwa Aristoteles mempersamakan jiwa dengan forma dan tubuh dengan materi, tetapi yang dimaksud adalah materi yang mempunyai kemungkinan untuk mengalami perkembangan menuju kepada kesempurnaan. Dalam arti demikian jiwa di maksud sebagai bentuk tubuh alamiah yang mempunyai potensi kehidupan.

Jiwa seakan-akan menjadikan tubuh alat untuk merealisasikan dirinya dan dengan demikian menjadikan tubuh hidup dan berdaya guna. Oleh karena itu tanpa tubuh jiwa bukan lagi jiwa yang sesungguhnya. Semua aktivitas jiwa senantiasa membutuhkan tubuh, sebaliknya tubuh membutuhkan jiwa untuk dapat merealisasikan potensialitas yang ada padanya.

  1. Jiwa Sebagai Sebab Dan Prinsip Tubuh Yang Hidup.
Jiwa sebagai sebab, di bedakan atas tiga cara yakni sebagai sumber gerak , sebagai tujuan dan sebagai substansi dari tubuh yang berjiwa.

Sumber Gerak

Jiwalah yang mengerakan tubuh, karena dialah yang pertama menghendaki gerak. Jiwa merupakan prinsip aktif yangmenguasai tubuh sebagai prinsip pasif. Jiwa adalah apa yang berada didalam gerak dan yang mempunyai kemampuan untuk mengerakan sesuatu, tetapi perlu di gariskan bahwa tidak setiap gerakan mengindikasikan adanya jiwa. Sebab ada banyak gerakan yang tidak di sebabkan oleh jiwa seperti gerakan yang disebabkan oleh angin, air dll. Oleh karena penekanan terhadap jiwa sebagai sumber gerak, tidak terlepas dari tubuh sebagai apa yang di gerakan, yang di dalamnya ada potensi untuk menerima aktus dan jiwa.

Sebagai Tujuan.

Jiwa sebagai tujuan di jelaskan dalam hubungannya dengan akhir suatu barang atau kualitas barang itu. Jiwa menjadi penyebab keberadaan yang menjadi tujuan akhir segala sesuatu yang berjiwa. Karena jiwa di mengerti sebagai forma tubuh merupakan aktus yang mengejawantahkan potensi yang ada pada setiap barang yang merupakan tujuan dalam diri barang itu. Dengan kata lain tujuan adalah akhir atau aktualitas dari barang yang ada.

Sebagai Substansi Yang Berjiwa.

Jiwa dikatakan sebagai penyebab substansi karena substansi suatu barang adalah penyebab keberadaan dan keberadaan dari barang –barang yang hidup adalah kehidupan mereka. Jiwa yang menyebabkan kehidupan karena jiwa merupakan aktualitas dari hidup yang potensial dalam tubuh.

Jadi jiwa di katakan sebagai prinsip badan karena dia adalah prinsip hidup serta substansi yang menopang badan yang menyebabkan potensi pada tubuh menjadi aktual. Dengan demikia jiwa adalah bentuk atau realisasi dari sebuah tubuh yang hidup . jiwa “dalam bentuk” atau memberi bentuk kepada materi dari suatu barang (yang hidup) dan membuatnya menjadi sebuah tubuh yang hidup.

4. Pembagian Dan Fungsi Jiwa.

Manusia merupakan kesatuan jiwa dan tubuh. Jiwa adalah enthelekhia aktus, sedangkan badan memiliki potensi kehidupan sebagai kemampuan . jiwa merupakan prinsip hidup yang dimanfaatkan potensi tubuh itu, dan dengan demikian mengaktualkan tubuh.

Adapun pembagian jiwa sebagai berikut: Jiwa vegetatif yang merupakan jiwa tumbuhan: Jiwa vegetatif menjamin kegiatan pertumbuhan serta mengatur berbagai aktivitas biologis dan reproduksi. Jiwa sensitif-motoris yang terdapat pada binatang: Jiwa sensitif motoris mengatur berbagai bentuk rasa, keinginan dan gerak. Jiwa intelektif yang adalah jiwa khas manusiawi yang membedakannya dengan makhluk lain: Dan jiwa rational yang adalah jiwa khas manusiawi menjamin tercapainya pengetahuan, keputusan dan barbagai aktivitas berpikir lainnya.

PENUTUP

Konsep Aristoteles mengenai kesatuan jiwa dan badan merupakan suatu refleksi filosofisnya terhadap manusia serta eksistensinya di dunia. Aristoteles mengikuti gurunya Plato namun pada akhirnya ia menempuh jalannya sendiri. Ia membantah konsep gurunya Plato mengenai adanya dunia ide. Ia meniggalkan sama sekali konsep dualisme Plato . Aristoteles berpendapat bahwa jiwa dan badan di anggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu substansi saja. Dua aspek ini punya hubungan satu sama lain sabagai “materi dan bentuk”. Badan adalah materi dan jiwa adalah bentuknya, Karena materi dan bentuk masing masing mempunyai peranan sebagai potensi dan aktus. Dapat kita katakan bahwa badan adalah potensi, dan jiwa berfungsi sebagai aktus.

Menurutnya jiwa sebagai aktus pertama karena jiwa adalah aktus yang paling fundamental. Aktus ini menjadikan badan yang hidup. semua aktus yang lain merupakan aktus kedua yang di dasarkan pada aktus yang pertama tadi.
DAFTAR PUSTAKA

Aristoteles On The Soul
Bertens , K, Dr, Prof, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius 1999.
Bagus Lorens, kamus filsafat, Jakarta Pt Gramedia Pustaka Utama, 2000
Marias Julians, History Of Filosophy ( Trans From The Spanish By Stanley Appelbaun and Clarencce, c. Strowbridge) New York dover 1966.
Peursen , van c.a. Tubuh, Jiwa, Roh. Di terj. Oleh K. bertens, Jakarta PT Bapak Gunung Mulia 1993.
Sutrisno Mudji ,Fx, dan Hadiman Budiman (ed), Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, Yogyakarta, Kanisius 1992
Siswanto Joko, Dra, M. Hum, Sistem Metafisika Barat dari Aristoteles Sampai Derida, Yogyakarta Pustaka Pelajar Offset, 1988.
Weij, Der Van, Pa, Dr, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, Terj. Oleh K. Bertens, Yogyakarta Kanisius, 2000.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support