Rabu, 07 Desember 2016

IMMANUEL KANT TENTANG SUARA HATI

Etika Kant
            Munculnya konsep etika Kant sebenarnya dilatarbelakangi oleh realitas bahwa ‘pure reason’ yang menghasilkan sains tidak mampu memasuki wilayah neumena yaitu dunia ‘thing itself.’ Bagi Kant, rasio dan sains sangat terbatas dan hanya mengetahui penampakan obyek. Ketika sains mencoba untuk memasuki wilayah neumena, ia akan tersesat dan hilang dalam antinomy. Demikian juga ketika ratio mencoba memasuki wilatyah neumena, ia akan terjebak dan akan hilang dalam paralogisme. Oleh karena itu Kant berkeyakinan bahwa untuk memasuki wilayah neumena yang juga termasuk didalamnya etika dan agama maka harus menggunakan practical reason (akal praktis). Nah, dari sinilah pemikiran etika Kant muncul. Selain hal diatas ada pula konsep Kant lainnya yang menjadi titik awal dari etika Kant yaitu konsepnya tentang kebebasan (Reiheit). Kebebasan yang dimaksudkan oleh Kant disini adalah kebebasan berkehendak. Dalam hal ini kebebasan didudukan dalam posisi netral. Disini dimaksudkan jika kehendak tidak bebas, kehendak itu mendapat pengaruh dari luar diri manusia. Kebebasan ini adalah a priori dan bersifat transendental serta merupakan dasar-dasar kepribadian. Dan kebebasan ini merupakan salah satu bangunan etika Kant yang merupakan tiga postulat kategoris yang harus dipercaya kebenarannya. Dua postulat lainnya yaitu unsterblickeit (immoralitas), yang dimaksudkan adalah immoralitas jiwa yang mana berkaitan dengan kebaikan tertinggi (Summum Bonum). Jiwa harus immortal agar dapat mencapai summum bonum di dunia yang fana ini. Sedangkan ‘Das Sein Gottes’ (Eksistensi Tuhan). Tuhan adalah kebaikan tertinggi karena itu mempercayai Tuhan adalah suatu keniscayaan. Selain itu terdapat tiga prinsip mendasar dalam etika Kant yakni Universalitas, humanitas dan otonomi. Prinsip universalitas dapat dicermati konsepnya dalam imperatif kategoris. Sedangkan prinsip humanitas dimaksudkan bahwa etika Kant mendudukan manusia pada posisi yang tinggi.

Imperatif Kategoris
            Di dalam imperatif  kategoris inilah pendasaran seluruh bangunan etika Kant sehingga imperatif kategoris inilah yang merupakan produk pemikiran terpenting dalam bidang etika Kant. Bahkan dapat dikatakan bahwa inilah yang merupakan ide dasar. Secara sederhana, imperatif kategoris disimbolkan dengan “bertindaklah secara moral.” Perintah ini bukanlah mengandung perintah melainkan menunjukkan adanya suatu keharusan obyektif untuk bertindak secara moral yang datang dari dalam diri sendiri, yang tidak bersarat dan bersifat mutlak dan merupakan realisasi dari ratio (budi) praktis.
            Lalu pertanyaan kita ‘apakah perbedaan antara orang yang bertindak secara moral dan mereka yang tidak?’ Nah, disinilah peran imperatif kategoris. Selain imperatif kategoris, Kant juga menempatkan imperatif hipotesis sebagai pertentangan, sebab katanya imperatif kategoris tidak berperan sendiri atau tidak seluruhnya merupakan imperatif kategoris. Dengan kata lain imperatif kategoris tidak berdiri sendiri. Karena itulah Kant menunjuk pada dua macam tindakan ini. Pertama, imperatif hipotesis adalah tindakan yang bertolak dari “kecenderungan.” Dengan kata lain ada syarat yang diperlukan sebagai sarana untuk mencapai sesuatu yang lain. Apabila saya bertindak maka, saya bertindak atas selera atau pilhan saya. Contohnya malam ini saya akan menonton pertandingan final Liga Champions di TV atau belajar untuk ulangan besok. Kalau imperatif kategoris merupakan tindakan yang bertolak dari suatu “rasa kewajiban.” Artinya suatu kewajiban adalah apa yang harus dikerjakan apapun kecenderungan saya. Disini perintah itu mutlak dan berlaku sacara umum sehingga bersifat universal. Seseorang atau kelompok memerlukan kehendak baik dalam bertindak sehingga bertindak sesuai degan ketetapan-ketetapan budi dan apabila mereka melakukan hal ini maka meraka akan bertindak secara moral. Contohnya; perintah jangan berbohong. Perintah  ini mengikat semua orang dan karenanya bersifat universal. Unsur a priorinya terletak pada kehendak baik yang ada dalam perintah tersebut. Dengan kata lain kehendak baik adalah dilihat sebagai hakekat dan kehendak baik itu terletak pada perintah ‘jangan berbohong’ adalah benar-benar baik.

Suara Hati dan Imperatif Kategoris
            Untuk memahami pengertian suara hati, mari kita mulai dengan contoh: Suatu pagi, Yudo dikejutkan dengan perkataan teman-temannya bahwa hari ini mereka akan mengikuti ujian mid semester. Masalahnya adalah bahwa ia tidak siap karena tidak belajar. Padahal ia telah berjanji kepada kedua orang tuanya akan memperbaiki nilai semester lalu yang anjlok. Lantas terpikir olehnya untuk menyontek. Kris, teman sebangku Yudo melihat hal itu. lalu ditegurnyalah Yudo oleh Kris. Tatapi Kris mengutarakan masalahnya menyangkut janjinya kepada orang tua. Disini Kris bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa, sebab tadi sebelum ujian, pak guru sudah mengingatkan untuk menulis nama anak-anak yang menyontek pada kertas ujian jika barang siapa yang melihatnya.
Dari contoh diatas, timbul pertanyaan. Apa itu suara hati? Pada Kris suara hati menyatakan diri tentang apa yang menjadi kewajibannya berhadapan dengan masalah konkret yang dihadapinya. Secara moral kita akhirnya harus memutuskan sendiri apa yang kita lakukan. Kita tidak dapat mengatakan melemparkan tanggung jawab itu kepada orang lain. Kita tidak boleh begitu saja melihat dan membiarkan sesuatu hal yang tidak beres terjadi. Padahal kita mengetahuinya dan setiap manusia dalam hatinya memiliki suatu kesadaran tentang apa yang menjadi tangung jawab dan kewajibannya. Kita sadar apapun resikonya, dimarah atau dijauhi sebagai pelapor, kita selalu wajib untuk mengambil sikap yang menjadi kewajiban dan tangungjawab. Maka kalau dirumuskan kembali, suara hati adalah kesadaran dalam batin saya bahwa saya berkewajiban mutlak untuk selalu menghendaki bahwa saya berkewajiban mutlak untuk selalu menghendaki apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab saya, bahwa dari kehendak itulah tergantung kebaikan saya sebagai manusia, dan hanya saya sendirilah yang berhak untuk mengetahui kewajiban dan tanggunjawab saya itu. secara singkat dapat dikatakan demikian. Suara hati adalah kesadaran saya akan kewajiban dan tanggungjawab saya sebagai manusia dalam situasi konkrit. Berbeda dengan perintah bersyarat (imperatif hipotesis), menurut Kant, perintah bersyarat itu tuntutan moralnya bersifat tak bersyarat atau absolut. Misalnya tuntutan jangan berbohong. Berlaku bagitu saja, tanpa pengecualian. Perintah itu mutlak. Artinya tidak bersyarat. Suatu kewajiban moral berlaku entah menguntungkan atau tidak, mengenakan atau tidak, dipuji atau malah dihina, mau tidak mau harus mau. Bahwa kalau saya sudah menyadarinya sebagai suatu kewajiban maka harus saya lakukan karena kewajiban itu berlaku mutlak.
Kemutlakan tuntutan suara hati tidak berarti bahwa suara hati itu pasti betul. Suara hati pun berdasarkan pada penilaian-penilaian kita dan penilaian manusia tidak pernah seratus persen. Pegertian manusia terkadang kurang lengkap, berat sebelah atau terkadang dapat salah. Maka yang mutlak dalam suara hati adalah tuntutan untuk tidak pernah menyeleweng dari apa yang kita sadari sebagai kewajiban kita.

Refleksi Kritis Pribadi
Imperatif kategoris Kant merupakan kemutlakan yang radikal. Apabila hal ini diinterpretasikan didalam kehidupan konkret khususnya kalau berhubungan dengan suara hati akan terasa sulit. Mengapa? Karena meskipun setiap orang mendengar bisikan hati nuraninya, dia masih memiliki kemungkinan untuk dapat keliru dalam tindakannya, perkataan, dan perutusannya setiap hari. Disadari pula bahwa kesadaran itu lemah karena sering situasi batin seseorang mengalami benturan-benturan, dimana di dalam menghadapi masalah, sering terjebak di dalam suara hati yang bimbang atau ragu, kacau ataupun cemas tanpa alasan. Misalnya kita bimbang lantaran sesuatu dirasa tidak pasti di dalam tindakan, tidak tahu apa yang mau diputuskan ataupun karena kenyataan hidup tiap hati tidak mendukung. Maka hal ini akan semakin sulit karena butuh banyak pertimbangan. Mungkin dapat dicari solusinya seperti lewat doa atau meditasi atau mohon bantuan orang yang bijaksana, bekerjasama dengan orang lain, mempelajari akar masalah. Tapi apakah itu akan berhasil? Jawabannya tergantung. Tergantung pada diri kita sebagai orang yang memiliki suara hati. Ada orang yang mengatakan suara hati adalah suara Tuhan (the Voice of God) karena itu hendaknya semua tindakan manusia mengungkapkan bisikan suara Allah. Tentunya sesuai dengan hukum suara hati yaitu berbuat baik dan menghindari yang jahat.

   
DAFTAR PUSTAKA

Suseno Frans-Magnis, Etika Dasar, Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Dr. Subaedei, M. Ag. P. Ad. Dkk, Filsafat Barat, Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2007.
Tjahjadi, Simon Petrus L., Petualangan Intelektual, Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Smith, Linda dan Reaper, William, Ide-Ide, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Share:

Kamis, 03 November 2016

JIWA SEBAGAI PRINSIP BAGI TUBUH

PENDAHULUAN

Pemikiran filosofis tentang jiwa sebagai prinsip badan merupakan salah satu tema sentral yang dilahirkan oleh Aristoteles dalam kaitannya dengan manusia dan eksistensinya. Menurut Aristoteles jiwa sebagai prinsip badan merupakan sumber gerak yang menjadi tujuan tertentu dan sebagai tujuan substansi yang berjiwa. Perspektif Aristoteteles mengenai jiwa sebagai prinsip badan di uraikan panjang lebar dalam bukunya yang berjudul de anima (on the soul). Pemikirannya ini akhirnya menjadi tema sentral perdebatan para filsuf sepanjang masa.

Bagi Aristoteles jiwa mempunyai arti yang lebih luas. Ia menganggap jiwa sebagai prinsip badan. Dengan demikian hal ini mengandaikan bahwa segala sesuatu yang hidup mempunyai jiwa, baik tumbuh-tumbuhan, maupun binatang-binatang dan manusia . Pemikirannya ini tidak berbeda jauh dengan teori dualisme Plato. Akan tetapi dalam de anima, ia mengemukakan pandangan yang sangat berbeda. Jiwa dan badan di anggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu substansi saja. Dua aspek ini mempunyai hubungan satu sama lain sebagai materi dan bentuk.

Riwayat Hidup Dan Perkembangan Pemikirannya.

Aristoteles lahir di Statgira pada tahun 384 Sm, di semenanjung Trakia, Yunani utara. Ayahnya bernama Nikhomakhos yang adalah seorang dokter pribadi raja Amythas II Raja Makedonia. Mungkin sekali salam masa mudanya ia hidup di istana raja Makedonia di kota Pella dan dapat di andaikan pula bahwa ia mewarisi minatnya yang khusus dalam ilmu pengetahuan empiris dari bapaknya. Ketika berumur 18 tahun Aristoteles masuk Akademi Plato selama 20 tahun sampai gurunya Plato meninggal. Ketika Plato meninggal dunia Spiosipus mengambil alih dan mengurus akademi tersebut dan pada saat itu Aristoteteles meniggalkan akademi dan Athena. Aristoteles pergi ke Missia dan mulai mengajar di sekolah Asos. Di sini Ia menikah dengan Phytias kemenakan dan anak angkat Hermeyas. Setelah beberapa tahun tiggal di pulau Iona , pada tahun 335 SM, ia kembali ke Athena dan mendirikan sekolah yang kemudian di berinama Lykaion, yang kadang di sebut juga sekolah Paripatik, karena metode yang di gunakan dalam pengajaran yakni saling bertukar pikiran.

Istrinya Phitias meninggal di Athena pada tahun yang di ketahui . Perkawinan pertama di karunia anak perempuan. Lalu kemudian Aristoteles menikah lagi dengan Herphylis yang pada akhirnya juga melahirkan seorang anak yang di beri nama nikomakhos. Suatu kejadian yang sangat menggelisahkan bagi lykeon adalah dengan kematian Alexander Agung tahun 323. hal ini mengakibatkan adanya gerakan anti Makedonia dengan maksud melepaskan Athena dari Makedonia. Aristoteles di tuduh karena kedurhakaan . Akhirnya ia meletakan pimpinananya kepada muridnya Theoprasytus dan melarikan diri ke Khalkhis tempat asal ibunya. Akhirnya pada tahun 322 sm ia meninggal dunia.

Waener Jaeger (1988-1961) , adalah sarjana yang pertama kali memusatkan perhatiannya pada perkembangan dan karya-karya Aristoteles. Ia membagi perkembangan pemikiran Aristoteles dalam tiga periode. Periode pertama yaitu periode sejak Aristoteteles masuk Akademi Plato sampai tahun 347 SM. Pada periode ini pikiran-pikiran Aristoteles sangat dipengaruhi oleh filsafat Plato. Karya Plato berjudul Phaedo dan Republik sangat mempengaruhi pandangan Aristoteles tentang teori “wujud”.

Periode yang kedua yaitu 347-345 SM yaitu ketika Aristoteles tinggal di Assos. Ia berbalik mengeritik teori wujud Plato. Menurut Plato wujud atau forma harus menjadi perhatian utama pengetahuan karena bersifat universal tetap dalam dirinya sendiri. Sedangkan menurut Aristoteles wujud itu tidak eksis, terpisah dengan dunia objek fisik, tetapi eksis dalam objek-objek fisik. Wujud merupakan prinsip imanensi dalam “ yang ada yang teramati”. Selanjutnya Ia menekankan bahwa karena wujud dan materi menjadi substansi realitas maka seluruh objek harus dianalisis dalam dua konsep ini. Wujud harus selalu dipahami bersama materi.

Karya-Karya Aristoteles
  • LogikaCategoriae, De interpretatione, Analitica Priopan, Analitica Posteriori, Topica, De sophistiscis elencis
  • Filsafat Alam: Phisica: 8 buku, De caelo: 4 buku, De generatione et coruptione
  • Psikologi: De anima: 3 buku, Naturalia: 8 karangan kecil, De memoria et reminiscentia, De somo, De insominiis, De divuriatione per sumnum, De logitudune et brevitate vitae, De vita et morte, De respiratione.
  • Biologi: De partibus animalium, De moto animalium, De incesso animalium, De generatione animalium.
  • Etika: Ethicha Nicomace, Magna Moralia, Ethicha Eudemia.
  • Politik dan Ekonomi:, Politica: 8 buku, Economica: 3 buku.
  • Retorika dan Poetik: Retorica: 3 buku
JIWA SEBAGAI PRISIP BADAN
  1. Teori Hilemorfisme.
Agar lebih memahami peran jiwa atas tubuh atau relasi antara jiwa dan tubuh maka hal pertama yang harus di lakukan adalah perlu adanya pemahaman teori Hilemorfisme yang di bangun oleh Plato.

Kata Hilemorfisme sendiri berasal dari kata Yunani Hyle yang berarti materi dan Morphe yang berarti bentuk. Aristoteles melihat materi dan forma sebagai satu kesatuan yag tak dapat di pisahkan satu sama lain. Namun di lain pihak dapat di bedakan . Keduanya senantiasa melekat erat pada setiap barang karena itu menjadi unsur substansial realitas . keduanya merupakan prinsip metafisik. Jadi keberadan mereka tidak dapat di tunjuk dengan jari, tetapi harus di andaikan begitu saja supaya kita dapat mengerti adanya benda –benda jasmani.

Konsep Tentang Wujud.

Morphe adalah sesuatu yang bersifat jasmaniah. Ia sangat konkret dan dekat dengan objek. Morphe pada dasarnya adalah prinsip yang membuat suatu barang dapat di kenal sebagai ada, yang mana prinisp itu bersifat imanen. Demikianlah Aristoteles menguraikan bahwa forma atau wujud suatu benda bersifat tetap, permanen dan di kenal. oleh karena adanya barang barang bersifat tetap , maka ia membuka peluang untuk di kenal dan di indrai. Dalam Metafisika Aristoteles forma di kenal sebagai aktus yang mengaktualkan materi sebagai potensi. Apa yang adalah mungkin adalah materi di wujudnyatakan atau di sempurnakan dalam actus (forma).

Konsep Tentang Materi.

Ghyle atau materi merupakan unsur untuk menerima forma dan kemampuan untuk di bentuk, yang di bedakan atas hyle prote atau materi kedua. Materi kedua adalah badan yang kelihatan . misalnya batu, kayu, dan lain sebagainya. Materi tersebut dapat di indrai atau di jangkau melalui observasi langsung. Sedangkan materi pertama adalah sesuatu yang bukan bahan yang kelihatan , tetapi suatu prinsip dari bahan,tidak dapat di lihat, tidak berkualitas dan berkuantitas dan tidak dapat di masukan dalam kategori apapun. Materi pertama bukan ada sebagai benda tetapi hanya dapat di temukan lewat pikiran. ia sendiri mempunyai bentuk sehingga menjadi prinsip bagi segala barang. Tetapi bahwa materi pertama itu sama sekali tidak di tentukan oleh dirinya sendiri, sebab ia mempunyai kesanggupan untuk menerima forma substansial.

  1. Hubungan Antara Jiwa Dan Badan
Aristoteles memandang tubuh dan jiwa dalam satu kesatuan. Jiwa tidak mungkin terlepas dari badan atau tubuh, karena jiwa dan tubuh adalah satu seperti sepotong lilin dan bentuk yang di terima lilin itu dari materi. Di sini Aristoteles mempersamakan jiwa dan forma serta tubuh dengan materi yang tak dapat di pahami secara terpisah. Dalam uraian-uraian Aristoteles selalu di garisbawahi bahwa jiwa dan tubuh tak dapat dimengerti lepas satu sama lain, sehingga karena manusia tidak boleh di anggap sebagai penggabungan dua substansi yang dapat di pikirkan secara terpisah.

Benar bahwa Aristoteles mempersamakan jiwa dengan forma dan tubuh dengan materi, tetapi yang dimaksud adalah materi yang mempunyai kemungkinan untuk mengalami perkembangan menuju kepada kesempurnaan. Dalam arti demikian jiwa di maksud sebagai bentuk tubuh alamiah yang mempunyai potensi kehidupan.

Jiwa seakan-akan menjadikan tubuh alat untuk merealisasikan dirinya dan dengan demikian menjadikan tubuh hidup dan berdaya guna. Oleh karena itu tanpa tubuh jiwa bukan lagi jiwa yang sesungguhnya. Semua aktivitas jiwa senantiasa membutuhkan tubuh, sebaliknya tubuh membutuhkan jiwa untuk dapat merealisasikan potensialitas yang ada padanya.

  1. Jiwa Sebagai Sebab Dan Prinsip Tubuh Yang Hidup.
Jiwa sebagai sebab, di bedakan atas tiga cara yakni sebagai sumber gerak , sebagai tujuan dan sebagai substansi dari tubuh yang berjiwa.

Sumber Gerak

Jiwalah yang mengerakan tubuh, karena dialah yang pertama menghendaki gerak. Jiwa merupakan prinsip aktif yangmenguasai tubuh sebagai prinsip pasif. Jiwa adalah apa yang berada didalam gerak dan yang mempunyai kemampuan untuk mengerakan sesuatu, tetapi perlu di gariskan bahwa tidak setiap gerakan mengindikasikan adanya jiwa. Sebab ada banyak gerakan yang tidak di sebabkan oleh jiwa seperti gerakan yang disebabkan oleh angin, air dll. Oleh karena penekanan terhadap jiwa sebagai sumber gerak, tidak terlepas dari tubuh sebagai apa yang di gerakan, yang di dalamnya ada potensi untuk menerima aktus dan jiwa.

Sebagai Tujuan.

Jiwa sebagai tujuan di jelaskan dalam hubungannya dengan akhir suatu barang atau kualitas barang itu. Jiwa menjadi penyebab keberadaan yang menjadi tujuan akhir segala sesuatu yang berjiwa. Karena jiwa di mengerti sebagai forma tubuh merupakan aktus yang mengejawantahkan potensi yang ada pada setiap barang yang merupakan tujuan dalam diri barang itu. Dengan kata lain tujuan adalah akhir atau aktualitas dari barang yang ada.

Sebagai Substansi Yang Berjiwa.

Jiwa dikatakan sebagai penyebab substansi karena substansi suatu barang adalah penyebab keberadaan dan keberadaan dari barang –barang yang hidup adalah kehidupan mereka. Jiwa yang menyebabkan kehidupan karena jiwa merupakan aktualitas dari hidup yang potensial dalam tubuh.

Jadi jiwa di katakan sebagai prinsip badan karena dia adalah prinsip hidup serta substansi yang menopang badan yang menyebabkan potensi pada tubuh menjadi aktual. Dengan demikia jiwa adalah bentuk atau realisasi dari sebuah tubuh yang hidup . jiwa “dalam bentuk” atau memberi bentuk kepada materi dari suatu barang (yang hidup) dan membuatnya menjadi sebuah tubuh yang hidup.

4. Pembagian Dan Fungsi Jiwa.

Manusia merupakan kesatuan jiwa dan tubuh. Jiwa adalah enthelekhia aktus, sedangkan badan memiliki potensi kehidupan sebagai kemampuan . jiwa merupakan prinsip hidup yang dimanfaatkan potensi tubuh itu, dan dengan demikian mengaktualkan tubuh.

Adapun pembagian jiwa sebagai berikut: Jiwa vegetatif yang merupakan jiwa tumbuhan: Jiwa vegetatif menjamin kegiatan pertumbuhan serta mengatur berbagai aktivitas biologis dan reproduksi. Jiwa sensitif-motoris yang terdapat pada binatang: Jiwa sensitif motoris mengatur berbagai bentuk rasa, keinginan dan gerak. Jiwa intelektif yang adalah jiwa khas manusiawi yang membedakannya dengan makhluk lain: Dan jiwa rational yang adalah jiwa khas manusiawi menjamin tercapainya pengetahuan, keputusan dan barbagai aktivitas berpikir lainnya.

PENUTUP

Konsep Aristoteles mengenai kesatuan jiwa dan badan merupakan suatu refleksi filosofisnya terhadap manusia serta eksistensinya di dunia. Aristoteles mengikuti gurunya Plato namun pada akhirnya ia menempuh jalannya sendiri. Ia membantah konsep gurunya Plato mengenai adanya dunia ide. Ia meniggalkan sama sekali konsep dualisme Plato . Aristoteles berpendapat bahwa jiwa dan badan di anggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu substansi saja. Dua aspek ini punya hubungan satu sama lain sabagai “materi dan bentuk”. Badan adalah materi dan jiwa adalah bentuknya, Karena materi dan bentuk masing masing mempunyai peranan sebagai potensi dan aktus. Dapat kita katakan bahwa badan adalah potensi, dan jiwa berfungsi sebagai aktus.

Menurutnya jiwa sebagai aktus pertama karena jiwa adalah aktus yang paling fundamental. Aktus ini menjadikan badan yang hidup. semua aktus yang lain merupakan aktus kedua yang di dasarkan pada aktus yang pertama tadi.
DAFTAR PUSTAKA

Aristoteles On The Soul
Bertens , K, Dr, Prof, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius 1999.
Bagus Lorens, kamus filsafat, Jakarta Pt Gramedia Pustaka Utama, 2000
Marias Julians, History Of Filosophy ( Trans From The Spanish By Stanley Appelbaun and Clarencce, c. Strowbridge) New York dover 1966.
Peursen , van c.a. Tubuh, Jiwa, Roh. Di terj. Oleh K. bertens, Jakarta PT Bapak Gunung Mulia 1993.
Sutrisno Mudji ,Fx, dan Hadiman Budiman (ed), Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, Yogyakarta, Kanisius 1992
Siswanto Joko, Dra, M. Hum, Sistem Metafisika Barat dari Aristoteles Sampai Derida, Yogyakarta Pustaka Pelajar Offset, 1988.
Weij, Der Van, Pa, Dr, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, Terj. Oleh K. Bertens, Yogyakarta Kanisius, 2000.
Share:

Eksistensi Manusia: Menjadi Pribadi Sempurna

Filsafat Eksistensial Soren Aabye Kierkegaard

Riwayat Hidup Soren Kierkegaard

Soren Aabye Kierkegaard dilahirkan pada 5 Mei 1813 di Kopenhagen, Denmark, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Saat ia dilahirkan, ayahnya, Mikhael Kierkegaard, sudah berusia 51 tahun. Ayahnya adalah seorang yang sangat saleh. Ia yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, karena itu ia percaya bahwa tak satu pun dari anak-anaknya akan mencapai umur melebihi Yesus Kristus. Ia percaya bahawa dosa-dosa pribadinya, seperti misalnya mengutuki nama Allah di masa mudanya dan kemungkinana juga menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah, menyebabkan ia layak menerima hukuman ini. Meskipun banyak dari ketujuh anaknya meninggal dalam usia muda, ramalannya tidak terbukti ketika dua dari tujuh anak-anaknya melewati usia ini. Perkenalan dengan pemahaman tentang dosa di masa mudanya dan hubungannya dari ayah dan anak meletakkan dasar banyak bagi karya Kierkegaard (khususnya takut dan gentar). Meskipun sifat ayahnya kadang melankolis dari segi keagamaan, Kierkegaard mempunyai hubungan yang erat dengan ayahnya. Ia belajar memanfaatkan ranah imajinasinya melalui serangkaian latihan dan permainan yang mereka mainkan bersama. Ayah Kierkegaard meninggal pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum meninggal ia meminta Soren agar menjadi pendeta. Soren sangat terpengaruh oleh pengalaman keagamaan dan kehidupan ayahnya dan terus merasa terbeban untuk memenuhi kehendak ayahnya.

Di Kopenhagen, saat Kierkegaard lahir, pengaruh nasionalis Kant dan Hegel mendominasi Gereja Lutheran secara mutlak, yang pada gilirannya mendominasi segenap hidup bangsa Belanda. Selain dari perjalanan singkatnya ke Jerman semasa muda, Kierkegaard menghabiskan seluruh hidupnya di Denmark dan memerangi pengaruh rasionalis dari kedua filsuf besar Jerman dan mencurahkan hidupnya pada perannya sebagai pengganggu Sokratis di kalangan kutu busuk yang bebas dan puas diri, yakni kaum borjuis Lutheran.

Pada tahun 1830, Kierkegaard masuk ke fakultas Teologi Universitas Kopenhagen. Motif masuk teologi adalah untuk menyenangkan ayahnya. Karena itu ia sebenarnya tidak meminati ilmu ini, dan sebagai mahasiswa ia malah mempelajari filsafat, kesusastraan dan sejarah. Dalam masa ini dia mengambil sikap sebagai seorang penonton kehidupan yang sinis. Keyakinan yang diwarisi dari ayahnya masih dianut, yakni bahwa kehidupannya adalah untuk menjalani hukuman Allah yang ditimpakan kepada keluarganya. Sementara itu, perlahan-lahan ia mulai mengambil jarak terhadap keyakinan itu dan melancarkan kritik-kritiknya atas agama Kristen. Sikap kritsnya ini membawanya kepada sikap tidak percaya, lalu dia kehilangan kepercayaannya pada patokan-patokan moral, sampai pad atahun 1836, dia sempat mencoba bunuh diri. Keadaan ini dapat diatasinya, dan pada tahun 1838, setelah ayahnya meninggal, dia mengalami sebuah pertobatan religius. Dia berhasil menyelesaikan studi teologinya. Ia lulus pada 20 Oktober 1841 dengan gelar Magistri Artium, yang kini setara dengan Ph.D.

Sebuah aspek penting dari kehidupan Kierkegaard (biasanya dianggap mempunyai pengaruh besar dalam karyanya) adalah pertunangannya dengan Regine Olsen. Pada 8 September 1840, Kierkegaard resmi meminang Regine. Namun, Kierkegaard segera merasa kecewa dan melankolis tentang pernikahannya. Setelah pergumulan yang lama, ia menjadi yakin bahwa dirinya tidak cocok untuk kehidupan rumah tangga dan menyadari dirinya sebagai seorang manusia dengan misi khusus. Dalam perkawinan orang harus terbuka satu sama lain, pada manurut Kierkegaard ada hal-hal yang sangat intim yang tidak bisa diungkapkan kepada pasangan, maka ia membatalkan rencana perkawinannya itu. Judul karyanya Either Or, sebenarnya menyatakan sikap hidupnya (atau..atau…). Dalam sisa hidupnya, dia tetap mengambil sikap kritis dan bahkan melancarkan serangan frontal terhadap agama Kristen di Denmark yang baginya tidak autentik menampilkan iman Kristiani.

 Latar Belakang Pemikiran Soren Kierkegaard

Cetusan eksistensialisme yang digaungkan Soren Kierkegaard bertitik tolak dari bangunan filsafat idealisme Jerman. Eksistensialisme merupakan suatu gugatan terhadap filsafat idealisme yang cenderung menguniversalkan persoalan realitas. Dan mengabaikan eksistensi individu. Dalam perjalanan karier filsafatnya, Kierkegaard sebenarnya mengagumi idelaisme Hegel, karena Hegel dengan Idealismenya mampu menjawab persoalan yang sangat mendalam dengan jawaban yang sangat mendalam dan menyeluruh tentang sejarah umat manusia, yang pada waktu itu sama sekali baru (jawaban Hegel yakni Idealisme).

Tetapi perjalanan hidup Kierkegaard yang pahit dan tragis, pada akhirnya membawanya pada kesadaran akan pentingnya mencari jawaban atas persoalan-persoalan hidup yang lebih konkret dan factual, yang dialami dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap manusia. Persoalan-persoalan seperti; kesenangan, kebebasan, kecemasan, penderitaan, kebahagiaan, kesepian, harapan, dan sebagainya adalah persoalan hidup yang harus dicari jawaban atau maknanya. Persoalan seperti itu tidak mungkin dapat diterangkan oleh ---atau dapat dijelaskan dalam kerangka pemikiran--- Hegel. Idalisme Hegel terlampau abstrak, “tidak menapak ke bawah”, melupakan kehidupan manusia dalam kesehariannya. Kehidupan konkret dan factual manusia serta permasalahannya yang mengemuka, luput dari jangkauan idealisme Hegel.

Kierkegaard bahkan melihat Hegelianisme merupakan ancaman besar terhadap individu, karena individu dilihat tidak lebih dari sekedar titik atau percikan dalam sejarah. Sehingga Kierkegaard hadir dengan epistemologinya untuk mendobrak “abstraksionisme” Hegel yang memutlakan Idea abstrak atau Roh sebagai kenyataan. Bagi Kierkegaard, Hegel mereduksi personalitas atau eksistensi manusia yang konkrit ke dalam realitas yang abstrak. Padahal menurutnya, manusia tidak pernah hidup sebagai “Aku umum” tetapi “Aku Individual” dan tidak diasalkan kepada yang lain. Hanya manusia yang bereksistensi. Eksistensi bukanlah suatu “ada” yang statis, melainkan suatu “menjadi” yang di dalamnya terkandung suatu perpindahan yaitu dari “kemungkinan” ke “kenyataan”.

Eksistensi Manusia menjadi Pribadi Sempurna Kierkegaard

Kierkegaard adalah filsuf pertama yang memperkenalkan istilah “eksistensi” menurut pengertian yang dipakai di abad ke-20 dalam aliran yang disebut eksistensialisme. Konsep eksistensi ini sebagai bentuk negasi asumsi Hegelian bahwa kebenaran adalah totalitas obyektif, sementara bagi Kierkegaard, kebenaran adalah individu yang bereksistensi. Dalam The Point of View, dia menegaskan: “kawanan-- bukan kawanan ini atau itu, kawanan yang sekarang masih hidup atau yang sudah mati, kawanan bangsa yang ternista atau terunggul, bangsa yang kaya atau miskin, dstnya. Kawanan dalam pengertian ini adalah ketidakbenaran, dengan alasan bahwa kawanan itu membuat individu sama sekali tak bersalah dan tak bertanggung jawab. Atau sekurang-kurangnya memperlemah rasa tanggung jawabnya dengan merduksinya ke dalam sebuah kelompok”.

Istilah “eksistensi” hanya dapat diterapkan pada manusia, atau lebih tepat lagi pada individu konkret. Hanya aku yang konkret ini yang bereksistensi, maka aku tidak bisa direduksi ke realitas-realitas lain, entah system ekonomi, Idea, masyarakat, dll. Bereksistensi bukan berarti hidup menurut pola-pola abstrak dan mekanis melainkan terus-menerus mengadakan pilihan-pilihan baru secara personal dan subjektif. Hanya aku konkret yang bisa mengambil keputusan eksistensial itu, dan tidak ada orang lain yang dapat menggantikan tempatku untuk bereksistensi. Dengan kata lain, eksistensi adalah “diri autentik”.

Manusia itu “eksistensi”. Bereksistensi bagi Kierkegaard adalah merealisasikan diri, mengikat diri dengan bebas, mempraktekkan keyakinannya, dan mengisi kebebasannya. Menurut Kierkegaard, pertama-pertama yang penting bagi manusia adalah keadaannya sendiri atau eksitensinya sendiri. Eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti bereksistensi dalam suatu perbuatan yang dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri; berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Adapun tahapan eksistensi menurut Kierkegaard adalah, sbb:

  • Tahap Estetis
Pada tingkatan ini, sorang manusia berkelakuan menurut gerak hati (impulses) dan emosi atau perasaan-perasaan. Manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual (libido), oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistic, dan biasanya bertindak menurut suasana hati. Manusia model ini tidak mempunyai komitmen dan keterlibatan apapun dalam hidupnya. Ia tidak mempunyai passion dalam menyikapi dan menindaklanjuti suatu persoalan. Jika manusia hidup secara hedonis dan tidak mempunyai passion atau antusiasme dan keterlibatan, lalu apa yang sebenarnya terjadi dalam jiwa mereka? Keputusasaan! Manuisa ini tidak mempunyai pegangan yang pasti dan niscaya, yang bisa dijadikan sebagai tambatan yang kokoh dalam menjalankan hidupnya. Tidak ada cinta, dan tidak ada ketertarikan untuk mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Manusia estetis juga adalah manusia yang hidup tanpa jiwa. Manusia estetis mengetahui tiadanya standar-standar moral universal. Ia tidak memiliki iman agama yang khusus. Motivasi utamanya ialah hasrat atau keinginan untuk menikmati bermacam-macam kesenangan menurut perasaan. Manusia bisa tetap eksis pada tingkatan ini karena ia dengan sengaja telah memilih estetis. Atau ia mau maju ke level yang baru, melalui suatu transisi di mana hal ini tidak dapat ditempuh dengan berpikir saja tetapi harus dengan perbuatan keputusan atau dengan suatu tindakan juga dengan suatu komitmen.

  • Tahap Etis
Individu mulai menerima kebajikan-kebajikan moral dan memilih untuk mengikatkan diri padanya. Orang mulai menghayati nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Di dalam tahap ini sudah ada passion dalam menjalani kehidupan ini berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang dipilihnya secara bebas. Hidup manusia etis bukan untuk dirinya sendiri, melainkan demi nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi. Akar kehidupannya ada dalam dirinya sendiri dan pedoman hidupnya adalah nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi. Ia akan menolak segala kuasa di luar dirinya yang tidak sesuai dengan prinsip yang dipegang dirinya. Peran individu dan otonomitas sangat dihargainya. Ia akan menerima kebenaran sejauh sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dipegangnya. Dan bagi Kierkegaard, orang yang hidup pada level ini masih belum sempurna. Realiatas tempat ia menceburkan diri adalah baru realitas mundane, realitas fana. Sehingga sesungguhnya ia masih harus melalui satu tahap terakhir yang paling sempurna, yakni tahap religius.

  • Tahap Religius
Keotentikan manusia sebagai subjek atau “aku” baru akan tercapai kalau individu, dengan “mata tertutup”, lompat dan meleburkan diri dalam realitas Tuhan. Lompatan ini memang lebih sulit dari pada lompatan dari tahap estetis menuju tahap etis. Alasan utama dari kesulitan yang ada adalah tidak diperlukan pertimbangan rational. Yang diperlukan dan merupakan hal yang paling utama dalam melakukan lompatan ini adalah pertimbangan yang sangat subjektif, yakni dengan iman. Hanya manusia yang memiliki iman yang mampu untuk memasuki tahap ini. Tetapi justru hal inilah yang menurut Kierkegaard, manusia menjadi manusia dan berada sebagai “ada” yang sesungguhnya, yang berbeda dengan keberadaan “ada-ada” yang lain. Saat manusia hidup dalam realitas subjektif transenden ini, dia akan hidup hanya mengikuti jalan Tuhan dan tidak lagi terikat pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal (tahap etis) maupun pada tuntutan pribadi yang mengikuti tuntutan zaman (tahap estetis). Orang yang memilih untuk percaya akan tunduk, secara terus menerus, secara akrab ada dalam kehadiran suatu personal yang mahakuasa, mahatahu. Yang lebih penting dari apa yang dipercaya adalah bagaimana itu dipercaya- yakni dengan sepenuh hati, dengan “ketakutan dan gemetaran”.

Kesimpulan

Filsafat bergerak dari suatu konteks. Kierkegaard sebagai seorang filsuf eksistensial sekaligus pencetus aliran Eksistensialisme dalam sejarah refleksi filosofis berargumen untuk melawan abraksionisme Hegel dengan membawa kembali pemikiran tentang manusia “ke bumi”.

Selama filsafat Hegelian masih berkuasa, dengan pandangan sejarahnya yang panjang dan konsepnya tentang “Roh” yang mencakup segala-galanya- sebagai “seorang pemikir abstrak” yang benar-benar mengabaikan “individu yang sedang berada dan bersifat etis”. Kemanusiaan manusia sebagai yang berada real, nyata, dan subyektif sangat terabaikan. Kierkegaard menegaskan perhatian yang sepenuhnya pada individualitas yang dialami manusia dalam situasi konkret kehidupannya.

Setiap individu dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa ia ada, ada yang konkret, riil, dan mempunyai kewajiban personal menghayati adanya dalam dunia secara sadar dan tidak melihat semuanya secara abstrak dan umum. Dalam pemikiran Kierkegaard, hal yang sangat ditekankan adalah manusia sebagai “aku” yang ada, berada secara konkrit dan eksistensial.

Dalam pemikiran Kierkegaard tidak ada pereduksian kemanusiaan ke dalam sesuatu yang abstrak dan tidak nyata. Dunia “roh” angan-angan Hegelianisme membutakan manusia dalam keberadaaannya. Manusia tidak menjadi diri yang sesungguhnya. Manusia dan kemanusiaannya hanya tersembunyikan dalam dunia yang asing bagi dirinya. Dapat pula dikatakan di sini bahwa dalam filsafat roh Hegel, manusia teralienasi dari dunianya, dirinya, kemanusiaannya yang pada akhirnya manusia tidak mengenal dirinya sendiri.

REFERENSI:

Budi Hardiman, Filsafat Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004)
Soren Kierkegaard, Journals, dalam http: //id. Wikipedia. Org/ Wiki/ Soren Kierkegaard# Cite-ref-Creegan-3-1
Robert C. Solomon & Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, (Jogjakarta: Bentang Budaya, 2003)
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000)
http: //id. Wikipedia. Org/ Wiki/ Soren Kierkegaard
Harry Hammersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1983)
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1980)
Share:

Sabtu, 08 Oktober 2016

MANUSIA DALAM PANDANGAN KARL MARX

Konsep Tentang Manusia

Watak Manusia
Marx melontarkan ide bahwa manusia adalah Quo manusia entitas yang dapat dikenali dan diketahui, bahwa manusia dapat didefinisikan sebagai manusia bukan hanya secara biologis, anatomis, dan fisik tetapi juga secara psikologis. Ada dua hasrat dalam diri manusia menurut Marx yakni dorongan konstan atau tetap seperti lapar, nafsu seksual yang merupakan bagian integral dalam watak manusia, dan dorongan yang relatif yang merupakan bagian integral dalam watak manusia tetapi berasal dari struktur sosial. Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah, mengembangkan dirinya, dia adalah produk sejarah. Sejarah adalah sejarah perwujudan diri manusia. keseluruhan dari apa yang disebut sejarah tidak lain adalah penciptaan manusia oleh tenaga buruh, dan terciptanya alam bagi manusia.  oleh karenanya manusia memiliki bukti yang tidak dapat disangkal atau penciptaan dirinya atas asal-usulnya.

Aktivitas Diri Manusia
Bagi Marx manusia akan hidup hanya jika ia produktif, menguasai dirinya dengan tindakan untuk mengkspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus. Ekspresi diri manusia ini teraktualisasi dalam kerja. Yang menjadi titik awal bagi  analisis Marx ialah teori ekonomi klasik yaitu teori nilai kerja. Dalam mengekspresikan dirinya dibutuhkan kemerdekan dan kebebasan. Kemerdekaan dan kebebasan baginya didasarkan pada perilaku menciptakan diri. Seorang manusia tidak akan merdeka jika ia tidak menjadi majikan bagi dirinya sendiri, dan dia hanya dapat menjadi majikan bagi dirinya sendiri ketika meminjamkan eksistensinya untuk dirinya sendiri.

Buruh adalah sebuah proses dimana manusia dan alam berpartisipasi dan dimana manusia  dengan kehendak sendiri memulai, mengatur dan mengendalikan hubungan material antara dirinya dengan alam. Manusia mempertentangkan dirinya dengan alam sebagai salah satu kekuatannya sendiri yang menggerakkan tangan dan kaki, kepala dan tangan, kekuatan alam dari tubuhnya dalam rangka mengakprosi produksi alam dalam bentuk yang sesuai dengan keinginannya sendiri.

Konsep Sosialis Marx
Dalam konsepnya terhadap sosialis, Marx mengatakan bahwa individu berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan.  Sosialisme bagi Marx adalah sebuah masyarakat yang memberi ruang bagi aktualisasi esensi manusia, dengan cara mengatasi alienasinya, sebuah masyarakat yang melayani kebutuhan manusia. Sosialisme tidak kurang dari menciptakan kondisi-kondisi untuk mencapai manusia yang benar-benar bebas, rasional, aktif dan independen. Visi Marx didasarkan atas keyakinannya pada manusia, pada  potensialitas   esensi manusia yang nyata dan berkembang dalam sejarah. Dia menganggap sosialisme sebagai syarat kebebasan dan kreativitas manusia bukan sekedar dengan sendirinya menjadi tujuan hidup manusia. Sosialisme itu anti otoriter, sejauh berkenaan dengan gereja dan negara, sehingga sosialisme pada akhirnya bertujuan untuk melenyapkan negara dan kemudian membangun sebuah masyarakat yang tersusun atas individu-individu yang saling bekerja sama secara suka rela. Tujuan ini merupakan tujuan rekonstruksi masyarakat.

Konsep Humanisme Marx

Dehumanisme Dalam Produksi Kapitalis
            Dehumanisme manusia dalam produksi kapitalis Marx menyebutnya alienasi atau keterasingan. Buruh bekerja bagi kekuatan asing, bagi pemilik modal. Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa  pekerjaannya adalah kerja paksa. Oleh karena itu buruh baru kerasan di luar pekerjaan dan dalam pekerjaan ia merasa di luar dirinya. Ia pada dirinya sendiri apabila ia tidak berkerja dan apabila ia berkerja ia tidak pada dirinya sendiri.  Sekaligus hubungannya dengan manusia lain diracuni, ia bertemu dengannya bukan sebagai rekan manusia melainkan sebagai pemilik modal, jadi sebagai penghisap atau sebagai buruh jadi sebagai saingan tempat kerjanya. Demikian pekerjaan di bawah komando modal menghasilkan keterasingan manusia dari hakekatnya. Kekuatan-kekuatan hakekat manusia yang diobjektifkan melalui pekerjaan melepaskan diri dan berdiri sendiri, mereka sekarang merupakan kekuatan yang berhadapan dengan manusia dan memperbudaknya. Manusia terpisah dari kemungkinan untuk merealisasikan hakekatnya sendiri.

Masyarakat Yang Teremansipasi
Manusia adalah makluk spesies, tidak saja karena secara praktik dan teoretis ia menjadikan spesies baik sebagai obyeknya sendiri maupun obyek-obyek makluk lain sebagai obyeknya tapi juga karena ia memperlakukan dirinya sendiri sebagai makluk universal dan karenanya ia adalah makluk yang bebas.

Keseluruhan kosep Marx tentang perwujudan diri manusia dapat sepenuhnya dipahami hanya dalam kaitannya dengan konsepnya tentang kerja. Buruh adalah suatu proses di mana manusia dan alam berpartisipasi, dan di mana manusia dengan kehendak sendiri memulai, mengatur dan mengendalikan hubungan material antara dirinya dengan alam. Buruh adalah tindakan manusia, sebuah ungkapan kekuasaan fisik dan mental individual. Dalam proses aktivitas yang asli ini, manusia mengembangkan dirinya, menjadi dirinya, pekerjaan bukan alat untuk mencapai tujuan produk, tetapi tujuan itu sendiri ungkapan esensi manusia yang bermakna.

Marx yang selalu menyangkal bahwa  teorinya mengandaikan penilaian-penilaian tertentu ternyata beropersi atas dasar penilaian-penilaian moral tertentu, kelihatan juga di mana ia mencoba memuaskan bagaimana bentuk sosial yang tidak terasing itu. Emansipasi manusia dipahami ebagai perealisasian diri yang menyelruh dan bebas dari segala heteronomi. Dalam masyarakat komunis tidak ada pelukis, melainkan paling-paling manusia yang antara lain juga melukis.

Kritik Atas Ajaran Marx
Sosialisme ilmiah adalah sosialisme yang mau memperlihatkan dengan meneliti hukum-hukum perkembangan masyarakat bahwa sosialisme dalam artian keadaan masyarakat di mana hak miik pribadi atas alat-alat produksi yang telah dihapus akan datang. Tidak ada satu alasan pun yang membenarkan bahwa teori politik boleh mengabaikan niali-nilai dan sebaliknya menggantungkan diri pada hukum-hukum sejarah yang beroperasi dengan prinsip kebutuhan yang kuat.

Jika orang mengira bahwa komunisme bisa diharapkan, masalah-masalah nilai akan muncul. Menyatakan sejalan dengan pandana Marx bahwa peran tindakan atau gerakan adalah  untuk meperpendek waktu dan mengurangi penderitaan kelahiran komunisme berarti mengajukan pertanyaan manakah yang akan diambil kelahiran komunisme cepat tapi penuh darah atau kelahiran komunisme lama tapi tanpa darah? Ketidak pastian dan tanggungjawab moral menjadi bagian dan kecemasan dari tindakan politik. Menolak fakta ini berarti memihak pada kecongkakan intelektual dan kebutaan moral. Bagian-bagian teori Marx lainnya bisa dikatakan dengan jelas telah mati atau dengan jelas masih hidup. Teori-orinya tentang alienasi, penindasan, kelas, komunisme, an ideologi samai tingkat tertentu dirusak oleh elemen-elemen angan-angan belaka, penjelasan fungsional dan sedikit kesewenangan tapi mereka juga menawarkan wawasan yang vital .

Apakah memang benar bahwa perubahan sosial harus dicapai melalui revolusi? adalah juga kenyataan bahwa perbaikan kedudukan kelas buruh terjadi dengan cara reformasi, bukan revolusi seperti yang terjadi dalam negara-negara kapitalis Barat. Marx tidak memperhatikan bahwa kepentingan kelas atas tuk mempetahankan kedudukannya juga dapat mendesak mereka untuk berkompromi dengan kelas-kelas bawah. Justru dengan meningkatkan perasaan puas kelas-kelas pekerja, para pemilik dapat mempertahankan keduukan mereka. Jadi tidak benar bahwa keadaan sosial hanya dapat dicapai melalui revolusi struktur-struktur sosial yang ada. Yang benar ialah bahwa tanpa tekanan dari bawah, keadilan sosial memang tidak tercipta. Mengharapkan keadilan sosial semata-mata dari kelas-kelas atas tidak beralasan karena mereka tidak dapat menggergaji dahan dimana mereka duduk.

Secara lebih spesifik yang perlu diragukan adalah anggapan Marx bahwa keselamatan masyarakat dapat terwujud asal saja hak milik pribadi  mereka atas alat-alat produksi dihapus. Di sii Marx melalaikan tindakan manusia yang kedua yakni interaksi. Hubungan antar manusia tidak hanya ditemukan oleh hubungan kerja. Maka perubahan bentuk hubungan kerja itulah inti penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi per se belum menjamin eksploitasi dari manusia kepada manusia.

Oleh karena itu seluruh pengandaian dasar Marx tidak meyakinkan bahwa emansipasi manusia hanya mungkin mlalui revolusi. Pengalaman menunjukkan bahwa sering revolusi malahan melahirkan represi-represi baru. Marx mau menghindar dari moralisme dangkal yang mengharapkan perbaikan masyarakat semata- mata dai perubahan revolusioner struktur-struktur itu aalah tanpa dasar.

Kerja Sebagai Pengaktualisasian Diri Manusia
      Teori ini masih hidup seperti yang sudah kita alami dalam praktek hidup sehari-hari. Dengan menekankan realisasi diri individu, Marx ngin menekankan dua hal yakni: pertama, ketika manusia bekerja, ia merealisasikan segala potensi, bakat, skill dan kemampuan yang ia miliki untuk pengembangan diri dan untuk hidupnya yang layak. Oleh karena itu kerja harus merupakan pengungkapan diri yang utuh dan otonom tanpa paksaan dari siapapun. Dalam bekerja juga, pekerja jangan bekerja karena adanya desakan ekonomi tetapi harus sungguh pengaktualisasian segala potensi dirinya dalam kerja tersebut. Kedua, kerja juga harus merupakan media relasi manusia dengan sesamanya yang lain dan dengan alam atau obyek kerjanya. Dengan kerja tidak menciptakan kerenggangan relasi diantara sesama.

Teori Penindasan
      Teori ini juga masih hidup seperti juga bersinggungan dengan konsepsi Marx tentang distribusi keadilan. Sekali pun demikian penyamarataan untuk penindasan bukanlah suatu konsep moral yang fundamen namun teori cukup memberi petunjuk yang bernilai untuk menemukan apa yang benar dan apa yang salah.

Teori Kesadaran Kelas
      Teori Marx tentang kesadaran kelas, perjuangan kelas dan politik masih hidup dengan penuh gelora. Marx membicarakan kesadaran  bukan ideal-ideal. Sesungguhya kebutaan pikiran sadar manusialah yang enceahnya dari kesadaran akan kebutaan-kebutaan manusia yang sebenarnya dan akan ideal-ideal yang yang berakar pada kebutuhan tersebut. Hanya jika kesadaran palsu ditransformasikan menjadi kesaaran sejati  yakni hanya jika kita menyaari realitas. Konsep perjuangan kelasnya merupakan dorongan dan motivasi. Konsep perjuangan kelasnya merupakan dorongan dan motivasi demi penyamarataan hak, kewajiban serta kesempatan untuk berusaha dan perkembangan demi pengaktualisasian diri yang penuh.

Kesimpulan
            Sistem filsafat Marx dikenal dengan nama “materialism sejarah”. Materialism berarti kegiatan dasar manusia adalah kerja bukan pikirannya. Di sini dia menerima pengandaian Feurbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, tetapi obyek indrawi harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Berdasarkan asa materialistis, Marx mengandaikan bahwa kesadaran tidak menentukan realitas melainkan sebaliknya realitas material menentukan kesadaran. Realitas material itu adalah cara-cara produksi barang-barang material dalam kegiatan kerja. Jadi di sini Marx mau menunjukkan kepada dunia bahwa hidup manusia senantias bergantung pada kerja. Kerja merupakan perwujudan diri manusia. Karena merupakan perwujudan diri maka kebebasan harus menjadi harga mati dalam diri mansuai. Orang bebas adalah mereka yang mampu menciptakan suatu situasi yang betul-betul memberi kebahagiaan bagi mereka sendiri.
            Marx merupakan filsuf pendobrak yang berani mengeritik sitasi social yang ada. Berpotret pada pandangannya yang sangat brilian bagi saya secara pribadi sangat menarik untuk dipelajari dan bahkan menjadi bagian darihidup manusia di zaman sekarang. Kiranya ajaran-ajaranya yang masih hidup menjadi acuan bagi setiap orang dalam bertindak dan berjalan. Ajarannya tentang kerja sebagai aktuaslisasi diri manusia saya perlu sangat penting bagi hidup manusia zaman sekarang karena zaman sekarang dengan kemajuan teknologi dimana hampir nilai kerja dalam diri manusia mulai berkurang. Kita perlu tetap mengahidupkan apa yang sudah Marx kritik dalam masanya.

DAFTAR PUSTAKA
Terrel Carver (Ed), The Cambridge Companion To Marx, (Amerika : Cambridge university Press, 1991)
Frans Magis Suseno, Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2001 )
Erich From, Marx’s Concept of Man (Konsep Manusia Menurut Marx), Agung Prihantoro (penerj), (yogyakarta:Pustaka pelajar, 2002
Mikhael newman,  Sosialisme Abad 21: Jalan Alternatif  Bagi Neoliberalisme, (Yogyakarta, Nailil Printika, 2006
F. budi Hardiman, Filsafat Modern (dari MArchiaveli sampai Nietzsche),(Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Share:

MARX TENTANG MANUSIA

Latar Belakang  
Kemiskinan, eksploitasi ekonomi, feodalisme dan perbudakan telah menyebabkan stratifikasi sosial yang tidak adil, terutama bagi masyarakat proletar. Para kapitalis dan golongan borjuis lainnya, secara terstruktur menindas golongan lemah, mereka memanfaatkan golongan orang-orang yang lemah ini untuk mengeruk keuntungannya sendiri. Sehingga kemiskinan yang terstruktur ini tak pernah reda dan selalu mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu. Tindakan pengeskploitasian tenaga orang-orang miskin yang dibayar rendah ini kemudian menimbulkan gerakan perlawanan yang menuntut keadilan dan persamaan hak di antara sesama warga negara.
Kehadiran Karl Marx di tengah-tengah sibuknya pengeksploitasian ekonomi atas orang-orang miskin ini, memberikan angin perubahan bagi mereka. Maka, kemudian ajaran sosialisme yang dibawa Marx, pada satu sisi, mendapat sambutan yang menggembirakan dari para kaum proletar. Sementara, pada sisi yang lain, terutama bagi para kapitalis, kemuculan Marx di tengah-tengah kaum miskin ini merupakan sebuah ancaman besar yang menawarkan nasib suram atas masa depan mereka.Sosialisme yang digagas Marx mencoba untuk mengangkat derajat orang-orang miskin yang tertindas dan mendirikan masyarakat egaliter di tengah-tengah gempuran pengaruh kapitalisme Barat. Ajaran sosialismenya mencoba untuk menghapuskan sistem stratifikasi sosial di tengah-tengah masyarakat yang selama ini hanya menguntungkan para kaum borjuis-kapitalis danmerugikankaummiskin. Bahkan, hingga saat ini, sosialisme yang diperkenalkan Marx masih memiliki posisi yang sangat dominan di beberapa wilayah negara di belahan dunia, yang meskipun pada Perang Dunia II telah dimenangkan ideologi demokrasi yang dibawa Amerika Serikat dan para sekutunya yang merupakankaum-kaumkapitalis.
Harapan Marx sebenarnya tidak terlau beda jauh dari para sosialis perancis bahkan juga dari para filsuf pencerahan yakni menuju masyarakat yang lebih adil, dan mencapai kebebasan manusia seluruhnya. Akan tetapi Marx lalu menentang paham kebebasan yang yang dipahami leh Liberalisme dan individualism yang didukung oleh para filsuf  Perancis dan Inggris. Selama masyarakatmasih berkutak-katik dalam kelas-kelas, kebebasan yang didengungka hanyalah dalih-dalih untuk menutupi system yang menindas, sebab selama masih ada institusi hak milik privat atas alat-alat produksi, kelas pekerja tetap bergantung pada pemilik modal.[1]
Inti dari semua kritik Marx adalah bagaiaman cara untuk menghapus alienasi. Alienasi menjadikan manusia tidak bebas tetapi terbelenggu. Bagi Marx, kebebasan manusia bukan terletak pada pikiran belaka tetapi pada materi. Ujung dari semua kritiknya adalah pada ekonomi manusia. Di sini perihal materi senantiasa berkaitan dengan kerja. Jadi Marx mau memberi pandangan baru bahwa manusia harus senantiasa dihargai hasil karyanya secara lebih seimbang.

Riwayat Hidup
Karl Marx lahir di Trier perbatasa Jerman Barat yang waktu itu termasuk dalam Prussia. Ayahnya seorang pengacara Yahudi yang kelak berpindah agama, masuk agama Kristen Protestan di Trier.[2] Ibunya menyusul delapan tahun kemudian, yang mungkin menunjukkan bahwa ia sebenarnya tidak mau pindah agama.[3] Sesudah lulus dari Gymnasium di Trier ayahnya menginstruksikan Marx untk mempelajari hokum di Bonn. Tetapi ia tidak tertarik. Kemudian tanpa menunggu izin dari ayahnya, ia pindah ke Berlin untuk mempelajari filsafat. Di Berlin waktu itu terdapat kelompok intelektual  muda yang kritis dan radikal. Marx pun mengambil bagian dalam kelompok tersebut. Kelompok itu memakai filsafat Hegel sebagai alat kritik untuk untuk mengeritik kekolotan nergara Prussia. Karena itu mereka disebut Young Hegelian. Dengan penekanan pada aspek rationalitas dan kebebasan, filsafat Hegel tampak sebagai sarana yang cocok untuk mengeritik system-sistem politik yang otoriter yang menentang pengaruh agama. Karena itu mereka disebut sebagai Hegelian kiri.
Pada tahun 1840 Marx dipromosikan sebagai doctor filsafat oleh universitas Jena berdasarkan sebuah disertasi tentang filsafat Demokritos dan Epikurus. Pada tahun 1842, Marx bekerja sebagai seorang wartawan kemudian mendapat promosi menjadi editor surat kabar Cologne Rhenesche Zeitung (1820-1895). Tahun 1845, Marx pindah ke Brussel. Di sana Marx bersama Engels menulis tulisan mereka yang terkenal yaitu Comunist Manifesto. Tahun 1848, Max kembali ke Jerman saat berlangsung Revolusi Perancis. Kemudian ia berimigrasi ke Inggris sampai saat ajalnya tahun 1883.    

Konsep Tentang Manusia
Watak Manusia
            Marx melontarkan ide bahwa manusia adalah Quo manusia entitas yang dapat dikenali dan diketahui, bahwa manusia dapat didefinisikan sebagai manusia bukan hanya secara biologis, anatomis, dan fisik tetapi juga secara psikologis.[4] Ada dua hasrat dalam diri manusia menurut Marx yakni dorongan konstan atau tetap seperti lapar, nafsu seksual yang merupakan bagian integral dalam watak manusia, dan dorongan yang relatif yang merupakan bagian integral dalam watak manusia tetapi berasal dari struktur sosial. Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah, mengembangkan dirinya, dia adalah produk sejarah. Sejarah adalah sejarah perwujudan diri manusia. keseluruhan dari apa yang disebut sejarah tidak lain adalah penciptaan manusia oleh tenaga buruh, dan terciptanya alam bagi manusia.  oleh karenanya manusia memiliki bukti yang tidak dapat disangkal atau penciptaan dirinya atas asal-usulnya.

Aktivitas Diri Manusia
            Bagi Marx manusia akan hidup hanya jika ia produktif, menguasai dirinya dengan tindakan untuk mengkspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus. Ekspresi diri manusia ini teraktualisasi dalam kerja. Yang menjadi titik awal bagi  analisis Marx ialah teori ekonomi klasik yaitu teori nilai kerja.[5] Dalam mengekspresikan dirinya dibutuhkan kemerdekan dan kebebasan. Kemerdekaan dan kebebasan baginya didasarkan pada perilaku menciptakan diri. Seorang manusia tidak akan merdeka jika ia tidak menjadi majikan bagi dirinya sendiri, dan dia hanya dapat menjadi majikan bagi dirinya sendiri ketika meminjamkan eksistensinya untuk dirinya sendiri.[6]
Buruh adalah sebuah proses dimana manusia dan alam berpartisipasi dan dimana manusia  dengan kehendak sendiri memulai, mengatur dan mengendalikan hubungan material antara dirinya dengan alam. Manusia mempertentangkan dirinya dengan alam sebagai salah satu kekuatannya sendiri yang menggerakkan tangan dan kaki, kepala dan tangan, kekuatan alam dari tubuhnya dalam rangka mengakprosi produksi alam dalam bentuk yang sesuai dengan keinginannya sendiri. 

Konsep Sosialis Marx
            Dalam konsepnya terhadap sosialis, Marx mengatakan bahwa individu berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan.  Sosialisme bagi Marx adalah sebuah masyarakat yang memberi ruang bagi aktualisasi esensi manusia, dengan cara mengatasi alienasinya, sebuah masyarakat yang melayani kebutuhan manusia. Sosialisme tidak kurang dari menciptakan kondisi-kondisi untuk mencapai manusia yang benar-benar bebas, rasional, aktif dan independen. Visi Marx didasarkan atas keyakinannya pada manusia, pada  potensialitas   esensi manusia yang nyata dan berkembang dalam sejarah. Dia menganggap sosialisme sebagai syarat kebebasan dan kreativitas manusia bukan sekedar dengan sendirinya menjadi tujuan hidup manusia. Sosialisme itu anti otoriter, sejauh berkenaan dengan gereja dan negara, sehingga sosialisme pada akhirnya bertujuan untuk melenyapkan negara dan kemudian membangun sebuah masyarakat yang tersusun atas individu-individu yang saling bekerja sama secara suka rela. Tujuan ini merupakan tujuan rekonstruksi masyarakat.

Konsep Humanisme Marx
Dehumanisme Dalam Produksi Kapitalis
            Dehumanisme manusia dalam produksi kapitalis Marx menyebutnya alienasi atau keterasingan. Buruh bekerja bagi kekuatan asing, bagi pemilik modal. Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa  pekerjaannya adalah kerja paksa. Oleh karena itu buruh baru kerasan di luar pekerjaan dan dalam pekerjaan ia merasa di luar dirinya. Ia pada dirinya sendiri apabila ia tidak berkerja dan apabila ia berkerja ia tidak pada dirinya sendiri.  Sekaligus hubungannya dengan manusia lain diracuni, ia bertemu dengannya bukan sebagai rekan manusia melainkan sebagai pemilik modal, jadi sebagai penghisap atau sebagai buruh jadi sebagai saingan tempat kerjanya. Demikian pekerjaan di bawah komando modal menghasilkan keterasingan manusia dari hakekatnya. Kekuatan-kekuatan hakekat manusia yang diobjektifkan melalui pekerjaan melepaskan diri dan berdiri sendiri, mereka sekarang merupakan kekuatan yang berhadapan dengan manusia dan memperbudaknya. Manusia terpisah dari kemungkinan untuk merealisasikan hakekatnya sendiri.[7]
   
Masyarakat Yang Teremansipasi
            Manusia adalah makluk spesies, tidak saja karena secara praktik dan teoretis ia menjadikan spesies baik sebagai obyeknya sendiri maupun obyek-obyek makluk lain sebagai obyeknya tapi juga karena ia memperlakukan dirinya sendiri sebagai makluk universal dan karenanya ia adalah makluk yang bebas. 
            Keseluruhan kosep Marx tentang perwujudan diri manusia dapat sepenuhnya dipahami hanya dalam kaitannya dengan konsepnya tentang kerja.[8] Buruh adalah suatu proses di mana manusia dan alam berpartisipasi, dan di mana manusia dengan kehendak sendiri memulai, mengatur dan mengendalikan hubungan material antara dirinya dengan alam. Buruh adalah tindakan manusia, sebuah ungkapan kekuasaan fisik dan mental individual. Dalam proses aktivitas yang asli ini, manusia mengembangkan dirinya, menjadi dirinya, pekerjaan bukan alat untuk mencapai tujuan produk, tetapi tujuan itu sendiri ungkapan esensi manusia yang bermakna.[9]
 Marx yang selalu menyangkal bahwa  teorinya mengandaikan penilaian-penilaian tertentu ternyata beropersi atas dasar penilaian-penilaian moral tertentu, kelihatan juga di mana ia mencoba memuaskan bagaimana bentuk sosial yang tidak terasing itu. Emansipasi manusia dipahami ebagai perealisasian diri yang menyelruh dan bebas dari segala heteronomi. Dalam masyarakat komunis tidak ada pelukis, melainkan paling-paling manusia yang antara lain juga melukis.[10]

Kritik Atas Ajaran Marx
Ajaran Marx Yang Sudah Mati
            Sosialisme ilmiah adalah sosialisme yang mau memperlihatkan dengan meneliti hukum-hukum perkembangan masyarakat bahwa sosialisme dalam artian keadaan masyarakat di mana hak miik pribadi atas alat-alat produksi yang telah dihapus akan datang. Tidak ada satu alasan pun yang membenarkan bahwa teori politik boleh mengabaikan niali-nilai dan sebaliknya menggantungkan diri pada hukum-hukum sejarah yang beroperasi dengan prinsip kebutuhan yang kuat.
            Jika orang mengira bahwa komunisme bisa diharapkan, masalah-masalah nilai akan muncul. Menyatakan sejalan dengan pandana Marx bahwa peran tindakan atau gerakan adalah  untuk meperpendek waktu dan mengurangi penderitaan kelahiran komunisme berarti mengajukan pertanyaan manakah yang akan diambil kelahiran komunisme cepat tapi penuh darah atau kelahiran komunisme lama tapi tanpa darah? Ketidak pastian dan tanggungjawab moral menjadi bagian dan kecemasan dari tindakan politik. Menolak fakta ini berarti memihak pada kecongkakan intelektual dan kebutaan moral. Bagian-bagian teori Marx lainnya bisa dikatakan dengan jelas telah mati atau dengan jelas masih hidup. Teori-orinya tentang alienasi, penindasan, kelas, komunisme, an ideologi samai tingkat tertentu dirusak oleh elemen-elemen angan-angan belaka, penjelasan fungsional dan sedikit kesewenangan tapi mereka juga menawarkan wawasan yang vital .
            Apakah memang benar bahwa perubahan sosial harus dicapai melalui revolusi? adalah juga kenyataan bahwa perbaikan kedudukan kelas buruh terjadi dengan cara reformasi, bukan revolusi seperti yang terjadi dalam negara-negara kapitalis Barat. Marx tidak memperhatikan bahwa kepentingan kelas atas tuk mempetahankan kedudukannya juga dapat mendesak mereka untuk berkompromi dengan kelas-kelas bawah. Justru dengan meningkatkan perasaan puas kelas-kelas pekerja, para pemilik dapat mempertahankan keduukan mereka. Jadi tidak benar bahwa keadaan sosial hanya dapat dicapai melalui revolusi struktur-struktur sosial yang ada. Yang benar ialah bahwa tanpa tekanan dari bawah, keadilan sosial memang tidak tercipta. Mengharapkan keadilan sosial semata-mata dari kelas-kelas atas tidak beralasan karena mereka tidak dapat menggergaji dahan dimana mereka duduk.
            Secara lebih spesifik yang perlu diragukan adalah anggapan Marx bahwa keselamatan masyarakat dapat terwujud asal saja hak milik pribadi  mereka atas alat-alat produksi dihapus. Di sii Marx melalaikan tindakan manusia yang kedua yakni interaksi. Hubungan antar manusia tidak hanya ditemukan oleh hubungan kerja. Maka perubahan bentuk hubungan kerja itulah inti penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi per se belum menjamin eksploitasi dari manusia kepada manusia. 
            Oleh karena itu seluruh pengandaian dasar Marx tidak meyakinkan bahwa emansipasi manusia hanya mungkin mlalui revolusi. Pengalaman menunjukkan bahwa sering revolusi malahan melahirkan represi-represi baru. Marx mau menghindar dari moralisme dangkal yang mengharapkan perbaikan masyarakat semata- mata dai perubahan revolusioner struktur-struktur itu aalah tanpa dasar.

Ajaran Yang Masih Hidup
a. Kerja Sebagai Pengaktualisasian Diri Manusia
      Teori ini masih hidup seperti yang sudah kita alami dalam praktek hidup sehari-hari. Dengan menekankan realisasi diri individu, Marx ngin menekankan dua hal yakni: pertama, ketika manusia bekerja, ia merealisasikan segala potensi, bakat, skill dan kemampuan yang ia miliki untuk pengembangan diri dan untuk hidupnya yang layak. Oleh karena itu kerja harus merupakan pengungkapan diri yang utuh dan otonom tanpa paksaan dari siapapun. Dalam bekerja juga, pekerja jangan bekerja karena adanya desakan ekonomi tetapi harus sungguh pengaktualisasian segala potensi dirinya dalam kerja tersebut. Kedua, kerja juga harus merupakan media relasi manusia dengan sesamanya yang lain dan dengan alam atau obyek kerjanya. Dengan kerja tidak menciptakan kerenggangan relasi diantara sesama.

b. Teori Penindasan
      Teori ini juga masih hidup seperti juga bersinggungan dengan konsepsi Marx tentang distribusi keadilan. Sekali pun demikian penyamarataan untuk penindasan bukanlah suatu konsep moral yang fundamen namun teori cukup memberi petunjuk yang bernilai untuk menemukan apa yang benar dan apa yang salah.

c. Teori Kesadaran Kelas
      Teori Marx tentang kesadaran kelas, perjuangan kelas dan politik masih hidup dengan penuh gelora. Marx membicarakan kesadaran  bukan ideal-ideal. Sesungguhya kebutaan pikiran sadar manusialah yang enceahnya dari kesadaran akan kebutaan-kebutaan manusia yang sebenarnya dan akan ideal-ideal yang yang berakar pada kebutuhan tersebut. Hanya jika kesadaran palsu ditransformasikan menjadi kesaaran sejati  yakni hanya jika kita menyaari realitas. Konsep perjuangan kelasnya merupakan dorongan dan motivasi. Konsep perjuangan kelasnya merupakan dorongan dan motivasi demi penyamarataan hak, kewajiban serta kesempatan untuk berusaha dan perkembangan demi pengaktualisasian diri yang penuh.
           
Kesimpulan
            Sistem filsafat Marx dikenal dengan nama “materialism sejarah”. Materialism berarti kegiatan dasar manusia adalah kerja bukan pikirannya. Di sini dia menerima pengandaian Feurbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, tetapi obyek indrawi harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Berdasarkan asa materialistis, Marx mengandaikan bahwa kesadaran tidak menentukan realitas melainkan sebaliknya realitas material menentukan kesadaran. Realitas material itu adalah cara-cara produksi barang-barang material dalam kegiatan kerja. Jadi di sini Marx mau menunjukkan kepada dunia bahwa hidup manusia senantias bergantung pada kerja. Kerja merupakan perwujudan diri manusia. Karena merupakan perwujudan diri maka kebebasan harus menjadi harga mati dalam diri mansuai. Orang bebas adalah mereka yang mampu menciptakan suatu situasi yang betul-betul memberi kebahagiaan bagi mereka sendiri. 
            Marx merupakan filsuf pendobrak yang berani mengeritik sitasi social yang ada. Berpotret pada pandangannya yang sangat brilian bagi saya secara pribadi sangat menarik untuk dipelajari dan bahkan menjadi bagian darihidup manusia di zaman sekarang. Kiranya ajaran-ajaranya yang masih hidup menjadi acuan bagi setiap orang dalam bertindak dan berjalan. Ajarannya tentang kerja sebagai aktuaslisasi diri manusia saya perlu sangat penting bagi hidup manusia zaman sekarang karena zaman sekarang dengan kemajuan teknologi dimana hampir nilai kerja dalam diri manusia mulai berkurang. Kita perlu tetap mengahidupkan apa yang sudah Marx kritik dalam masanya.

  



DAFTAR PUSTAKA

1.      Terrel Carver (Ed), The Cambridge Companion To Marx, (Amerika : Cambridge university Press, 1991)
2.      Frans Magis Suseno, Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2001 )
3.      Erich From, Marx’s Concept of Man (Konsep Manusia Menurut Marx), Agung Prihantoro (penerj), (yogyakarta:Pustaka pelajar, 2002
4.      Mikhael newman,  Sosialisme Abad 21: Jalan Alternatif  Bagi Neoliberalisme, (Yogyakarta, Nailil Printika, 2006
5.      F. budi Hardiman, Filsafat Modern (dari MArchiaveli sampai Nietzsche),(Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007)





[1] F. budi Hardiman, Filsafat Modern (dari MArchiaveli sampai Nietzsche),(Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 239
[2]Terrel Carver (Ed), The Cambridge Companion To Marx, (Amerika : Cambridge university Press, 1991), hlm. 4
[3] Frans Magis Suseno, Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2001 ), hlm. 6    
[4] Erich From, Marx’s Concept of Man (Konsep Manusia Menurut Marx), Agung Prihantoro (penerj), (yogyakarta:Pustaka pelajar, 2002), hlm. 34
[5] Mikhael newman,  Sosialisme Abad 21: Jalan Alternatif  Bagi Neoliberalisme, (Yogyakarta, Nailil PRintika, 2006), hlm. 36
[6] Erich From, Opcit hlm. 48
[7] F. Magis Suseno, Op. Cit hlm. 30
[8] Ibid hlm. 103
[9] Erich Fromm, Op. Cit, hlm. 53.
[10] F. Magis Suseno, Op. Cit, hlm. 131.
Share:

BENTUK-BETUK MASYARAKAT

Masyarakat merupakan kesatuan terbesar dari manusia-manusia yang saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersama atas dasar kebudayaan yang sama. Berbicara mengenai masyarakat berarti berbicara tentang kelompok- kelompok sosial. Kelompok-kelompok itu terdiri dari individu-individu, sedangkan masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
 Atas dasar itu maka dapat dikatakan bahwa masyarakat merupakan suatu jalinan kelompok-kelompok sosial yang saling mengait dalam dalam kesatuan yang lebih besar, berdasarkan kebudayaan yang sama. Yang hendak di tonjolkan di sini adalah bahwa kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat itu tidak hidup sendiri-sendiri melainkan saling membutuhkan. Kelompok-kelompok tersebut, hanya dapat hidup berkat adanya kesadaran akan perlunya kerja sama untuk saling memberi dan saling melengkapi kebutuhan bersama.
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan yang terikat oleh rasa identitas bersama. Suatu masyarakat memiliki beberapa unsur seperti Kategori sosial, yakni kesatuan manusia tang terwujud karena adanya suatu ciri yang bersifat objektif; dan Golongan sosial, yakni kesatuan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu dan memiliki identitas idealisme.
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara jika cara hidup yang harus ditaati – baik oleh individu maupun asosiasi-asosiasi – ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat mereka semua). Selain unsur-unsur pembentuk masyarakat di atas, ada juga bentuk-bentuk dari masyarakat. Bentuk-bentuk masyarakat akan dijabarkan pada pembahasan di bawah ini.

Keluarga
Keluarga merupakan salah satu bentuk masyarakat yang pertama dan alamiah. Keluarga bertumbuh dari kebersamaan hidup dan cinta kasih yang intim antara laki-laki dan perempuan dalam sutu ikatan perkawinan, mempunyai matra sosial yang khas dan sejati karena keluarga merupakan medan pertama berseminya hubungan-hubungan antar manusiawi dan juga merupakan sel-sel dasar bagi masyarakat. Atas dasar itulah keluarga dapat dikatakan sebagai sebuah institusi dan sebagai prototipe setiap tatanan sosial membentuk fundamen kehidupan pribadi-pribadi.
Sebagai suatu persekutuan alamiah dimana sosialitas manusia dialami, keluarga memainkan peran yang sangat khas dan tak tergantikan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat. Karena kebersamaan dalam keluarga sebenarnya lahir dari kebersamaan antar pribadi. “kesamaan” berkaitan dengan relasi personal antara ‘aku’ dan ‘engkau’. Namun kebersamaan ini melampauhi skema inidan terarah pada”persekutuan”, satu ‘kekitaan’ karena itu keluarga sebagai suatu kebersamaan antar pribadi merupakan persekutuan pertama.  
Satu masyarakat yang ditata berdasarkan kriteria sebuah keluarga merupakan perlindungan yang terbaik melawan segala tendensi individualisme dan kolektivisme, sebab masyarakat  seperti ini selalu menempatkan pribadi pada pusat perhatian, bukan sebagai sarana melainkan sebagai tujuan. Karena itu sangat jelas bahwa kesejahteraan pribadi-pribadi dan keberfungsian yang baik dari masyarakat terkait erat dengan “kesejahteraan persekutuan keluarga”. Tanpa keluarga-keluarga yang kuat dalam kebersamaan dan berkanjang dalam komitmennya, maka bangsa-bangsa akan kehilangan kekuatannya. Maka tidak ada model masyarakat yang hendak mengupayakan kesejahteraan manusia dapat mengabaikan makna sentral dan tanggung jawab sosial keluarga. Karena dalam keluarga seorang anak manusia belajar menerima tanggung jawab sosial dan bersikap solider.
Negara
Berdasarkan catatan sejarah yang paling awal, manusia dalam mempertahankan hidupnya selalu berkumpul bersama-sama untuk menghadapi tantanagn alam yang hidup maupun yang mati secara kolektif. Oleh sebab itu, dalam perjalanannya kita sering melihat bermacam-macam perkumpulan, group atau organisasi politik yang didasarkan pada wilayah atau teritorial. Lalu adanya jalan yang terbuka kepada suku-suku, desa-desa, kota-kota bertembok, perkebunan, kerajaan, kekaisaran dan bagian-bagiannya, dan yang paling baru adalah negara.
Maka disini individu tidak bertinadak sendirian tetapi selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial. Kelompok sosial yang ada secara keseluruhan yakni warga negara yang merefleksikan pekerjaan, pandanagn-pandanagn politik, kepercayaan-kepercayaan agama dan gaya hidup di dalamnya.
Istilah negara sendiri diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State (bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis) yang memiliki makna dan definisi yang berbeda di tiap negara. Konon, peristilahan tersebut, berasal dari kata Lo Stato yang mulu-mula digunakan dalam abad ke-15 di Eropa Barat. Berasal dari bahasa Italia untuk menyebut pihak yang diperintah (dependent). Anggapan umum bahwa kata Staat, state ataupun etat, dialihkan dari kata bahasa Latin klasik adalah istilah yang abstrak yang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Sebagaimana pandangan Aristoteles, Ibn Khaldun yang beranggapan keberadaan negara sebagai fitrah dari kesempurnaan manusia. Pembicaraan tentang politik, kekuasaan, dan negara adalah khas bagi makluk yang bernama manusia. Bagi Ibn Khaldun, manusia adalah mahkluk yang tak pernah berdiri sendiri. Dua segi yang tidak daptdipenuhi secara sendiri oleh manusia, berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pokok dan pertahanan diri. Dengan dua kekuatan inti yang dimiliki manusia , yakni pikiran dan tanagnnya, manusia berupaya segenap tenaga untuk memenuhi kedua segi tersebut. 
Ada beberapa negara yang terbangun karena rasa solidaritas yang terbangun dari warga negara. Negara pula dapat terlahir karena keberadaan seeorang manusia yang memiliki kemuliaan yang lebih tinggi dari manusia lainnya dalam masyarakat. Sejarah dunia selalu memperlihatkan adanya kelompok yang menjadi cikal bakal lahirnya masyarakat. Pada masyarakat sederhana, sekelompokan manusia selalu bersama membentuk jejaring simbiosis atas dasar saling bantu dan saling butuh. Sejak semula dalam kesadaran manusia senantiasa membutuhkan manusia yang lain. Manusia sadar untuk membentuk dan berada dalam komunitas sosialnya agar tetap dapt meresapi keberadaannya dan agar dapat tetap bertahan hidup.
Setelah sejarah panjang perjalanan umat manusia, kelompok-kelompok yang semakin membesar dan membiak, tata aturan yang sedari awal sudah disusun secara bersama oleh anggota komunitas dengan sangat sederhana, mulai mengalami gerak evolusi dengan tata nilai dan aturan yang kian kompleks. Saat itu masyarakat mengalami fase perbesarannya dengan jejaring sistem pemerintahannya yang kian menjadi latar bagi terbentuknya sebuah negara. Pada akhirnya seorang Prancis bersama Paul Renan mengatakan bahwa dasar segala negara dalah keinginan para warga untuk bersatu (“le desir d’etre ensemble”).
Agama
Agama merupakan suatu sistem terpadu antara keyakinan dan praktik yang berkaitan dengan hal-hal yang suci yang dianggap tak terjangkau. Fungsi pokok pranata agama : bantuan terhadap pencarian identitas moral; memberikan penafsiran untuk menjelaskan keberadaan manusia; peningkatan kehidupan sosial dan mempererat kohesi sosial.
Agama adalah suatu sarana akhir yang bisa menolong manusia ketika instruksi lainnya gagal-tak berdaya. Agama sebagai sistem kepercayaan dan praksis dengannya manusia berjaga-jaga menghadap masalah akhir hidup di dunia ini. Dengan demikian suatu kelompok agama menunjuk pada orang yang memiliki  sistem kepercayaan tertentu yang diterima dan diakui bersama. Dalam arti bahwa masyarakat suatu kelompok agama itu mengakui iman kepercayaannya akan Wujud Ilahi.
Dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa kelompok agama merupakan suatu kelompok masyarakat yang terbentuk sebagai satu-kesatuan yang memiliki sistem kepercayaan tertentu. Maksudnya bahwa kelompok agama merupakan suatu kelompok umat beriman yang memiliki kekhasannya masing-masing dari agama yang dianutnya itu, dalam sistem kepercayaannya akan yang Ilahi. Baik dalam cara berdoa maupun dalam menjalankan norma-norma agamanya demi mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan spiritual baik untuk diri sendiri maupun dalam hubungan dengan sesama.
Budaya
Kata budaya berasal dari kata Sanskerta Budi yang di jamakkan menjadi budaya. Lalu di bentuk kata Budhidaya yang berarti kekuatan budi. Jadi kebudayaan berarti apa saja yang di hasilkan oleh kekuatan budi manusia. Karena manusia tidak hanya bekerja dengan kekuatan budinya tetapi juga dengan perasaan, fantasi atau imajinasi dan dengan kehendaknya. Maka atas dasar itu dapat dikatakan bahwa kebudayaan  di dalamnya mencakup cipta, rasa dan karsa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan.
Kebudayaan manusia pada hakekatnya adalah kebudayaan sosial. Manusia bersama manusia lain, menciptakan kebudayaan dengan satu tujuan. Ciptaan tersebut di beri tugas dan fungsi. Ada beberapa tugas dan fungsi dari suatu kebudayaan.
            Membentuk manusia yang beradab. Kebudayaan sebagai kompleks pola-pola kelakuan diciptakan oleh manusia untuk memungkinkan potensi manusia, membentuk pribadi yang lengkap dan sempurna. Manusia yang tahu sopan santun, manusia yang bermoral baik dan berpengetahuan yang cukup. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut perlu diciptakan satu ruang hidup disebut masyarakat yakni suatu susunan (struktur nilai-nilai manusiawi beserta seperangkat peraturan dan kaidah-kaidah yang harus ditaati. Sebab dari tingkah lakunya dapat dikenal dengan mudah siapa dia dan dari mana asalnya, juga derajat kemajuan masyarakat asal orang tersebut. Atau bisa juga disebut ”masyarakat ialah apa yang dibuat oleh kebudayaan dan kebudayaan merupakan apa yang dibuat masyarakat”.
            Sebagai sistem kesatuan makna. Suatu perbuatan manusia dari suatu budaya tertentu dapat menyakiti perasaan orang lain dari satuan budaya lainnya, apabila orang yang disebut terakhir ini tidak memahami makna perbuatan tersebut dalam keseluruhan sistem makna dari satuan budaya tertentu.contohnya orang belanda mencela bangsa Indonesia sebagai bangsa pembohong, mereka mengatakan demikian karena orang Indonesia sering mengatakan ’ya’ walau hati kecilnya ’tidak’. Ternyata hal ini terjadi karena perbedaaan persepsi antara sistem makna kebudayaan. Orang Belanda menganggap pemikiran ” jangan sekali berbohong” sedang orang Indonesia lebih berintensi untuk tidak menyakiti hati orang. Dengan demikian dapat dikatakan kebudayaan adalah kunci untuk memahami dengan tepat berbagai perbuatan orang yang berbeda-beda. Penilaian terhadap setiap peraturan hendaknya dilihat dari kesatuannya yang diterima dan dibina dalamsuatu sistem budaya tertentu.
Sebagai pola dasar kehidupan bersama. Pada penjelasan awal dikatakan bahwa seseorang yang masuk dalam suatu masyarakat menemukan masyarakat itu telah memiliki suatu sistem nilai budaya. Sebagai orang-orang baru ia tidak perlu bertanya bagaimana ia harus menciptakan cara-cara yang umum untuk menghayati hidupnya di lingkungan tersebut. Disisni sudah tersedia pola dasar tingkah laku bagi semua warganya seperti cara membangun rumah, berpakain yang sopan, menghormati orang tua, bergaul dengan orang lain baik dengan dengan pria maupun wanita.Ia hanya perlu mengenal pola dasar dan pola-pola lain serta menyesuaikan tingkah lakunya dengan pola-pola tersebut.
Kelompok Bebas Dengan Tujuan Khusus
Kelompok dikatakan sebagai masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya, yaitu sistem interaksi antara para anggota dengan ada-istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya kontinuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota manusia tadi. Dalam suatu kelompok dikenal yang namanya organisasi dan sistem pimpinan. Selain itu lokasi bukan merupakan unsur yang menentukan hidup matinya suatu kelompok.
Dalam suatu kelompok, sistem pimpinan yang dimiliki bukanlah bersifat buatan melainkan atas dasar orgasisasi adat dan bersasarkan kewibawaan dan karismatik sedangkan hubungan dengan warga kelompok yang dipimpin lebih berdasar azas perseorangan. Hubungan yang terjadi dalam suatu kelompok adalah bersifat kekeluargaan. Contoh dari kelompok (group) ini adalah organisasi mahasiswa etnis tertentu, geng motor, kolompok pengendara motor dll.
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support